DOWNLOAD LUKA ITU CANTIK PDF






















Cantik Itu Luka memiliki tebal halaman Giaji, indosiana. Tertera ISBN setelah halaman sampul. Selain itu, desain sampul oleh Moelyono, foto sampul oleh Shutterstock, dan perwajahan isi oleh Sukoco. Novel yang sama juga membawanya masuk ke daftar panjang Man Booker International Prize bersanding dengan penulis dunia lainnya.

Berdasarkan Harian Analisa, pada , novel Cantik Itu Luka dicetak ulang dengan desain sampul baru dan diterbitkan di Malaysia dalam bahasa Melayu, perdebatan mulai mereda. Eka kembali menulis cerita-cerita pendek dan novel-novel terbarunya, diantaranya novel Lelaki Harimau, dan novel Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas. Kedudukan Cantik Itu Luka adalah tonggak awal munculnya novel-novel selanjutnya karena novel Cantik Itu Luka adalah novel pertama yang terbit pada tahun Kejutan besar yang mengagetkan banyak pihak adalah Cantik Itu Luka dialihbahasakan ke bahasa internasional, bahasa Inggris.

Novel karya Eka Kurniawan, penulis yang lahir di Tasikmalaya, 28 November ini merupakan karya pertama penulis Asia Tenggara yang diterbitkan di perusahaan bergengsi tersebut. Sebuah kejutan yang tak pernah dipikirkan oleh para kritikus sebelumnya, bahkan mungkin oleh Eka Kurniawan sendiri. Eka Kurniawan mencampurkan fiksi dan fakta, sekaligus sejarah. Fiksi yang berupa: Halimunda, kota yang tidak jelas keberadaannya; dan merayakan kemerdekaan pada 23 September Pada kenyataannya, Halimunda tidak ditemukan di Indonesia dan Indonesia merdeka pada 17 Agustus Adapun fakta sekaligus sejarah berupa: ada Partai Komunis Indonesia dan penjajahan Belanda dan Jepang.

Di tengah keruwetan penjajahan itu ada yang lebih ruwet lagi, yakni kecantikan tokoh perempuannya yang dikonstruksi oleh budaya patriarki. Budaya patriarki selalu menjadi pemegang kuasa. Fenomena ambiguitas dari tokoh perempuan di masa kolonialisme ini tidak bisa dilepaskan dari feminisme pascakolonial. Seperti dimuat dalam detikhot , Cantik Itu Luka telah diterjemahkan ke dalam 38 bahasa dan meraih World Readers Award Ini membuktikan bahwa novel tersebut merupakan salah satu novel Indonesia yang banyak mendapatkan perhatian dari pecinta sastra Indonesia.

Horison juga menilai, bahwa novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan merupakan novel berkelas dunia. Jika kita membacanya maka akan merasakan kenikmatan yang sama dengan nikmatnya membaca novel-novel kanon dalam kesusastraan Eropa dan Amerika Latin. Terutama di kalangan akademisi sastra. Menurut Khaidir, salah satu wartawan yang menulis di Harian Analisa pada 17 Oktober , sejumlah kritikus menilai karya Eka sebagai karya gagal seorang penulis pemula yang ambisius.

Novel Cantik Itu Luka disebut tidak manut terhadap hukum sejarah formal. Inovasi yang hanya sekadar berbeda, tak memiliki landasan estetika yang kukuh karena itu jatuh pada kubangan main-main yang ngawur. Setelah penilaian kritikus di atas, muncul banyak perdebatan.

Penulis muda mulai membela Eka, debat berlangsung di forum terbuka maupun esai di media massa. Pada saat yang bersamaan, penerbit di Jepang menerjemahkannya menjadi Bi Wa Kazu. Adapun penelitian ini menggunakan pemikiran mitos kecantikan Naomi Wolf. Ketika berhadapan dengan mitos kecantikan, pertanyaan-pertanyaan yang harus diajukan bukanlah tentang wajah dan tubuh perempuan, akan tetapi tentang relasi kekuasaan yang ada dalam situasi tersebut.

Untuk siapa semua ini ada? Siapa yang mengatakannya? Siapa yang mendapatkan keuntungan? Apakah konteks dari semua ini? Ketika seseorang berdiskusi tentang penampilan perempuan yang tampak melalui wajahnya, dia dapat bertanya pada dirinya sendiri, Apakah ini urusan orang?

Apakah relasi kekuasaan itu seimbang? Akankah dia merasa nyaman ketika membuat komentar personal yang sama sebagai balasannya? Wolf, Oleh karena itu, tolok ukur dari mitos kecantikan menurut Wolf adalah: 1 Kecantikan sebagai persoalan institusi laki-laki, 2 Kecantikan sebagai sistem pertukaran, dan 3 Kecantikan secara objektif dan universal.

Kedua manfaat tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Sebagai bentuk penerapan atau aplikasi terhadap pemikiran Naomi Wolf khususnya kajian feminisme dalam novel Indonesia wilayah konsep mitos kecantikan. Sebagai tambahan acuan pustaka hasil penelitian mengenai mitos kecantikan dalam karya sastra, khususnya novel. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber rujukan bagi pendidik dalam menyusun materi perkuliahan maupun kajian sastra.

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam memahami mitos kecantikan dalam karya sastra. Yeni Yulianti dengan judul sintesis Psikoanalisis dalam Cantik Itu Luka Karya Eka Kurniawan, menggunakan korpus yang sama dengan penelitian ini, wacana dalam novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan yang diduga mengandung mitos kecantikan, sedangkan teorinya menggunakan teori psikoanalisis. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pemikiran mitos kecantikan Naomi Wolf.

Dari penelitian-penelitian tersebut di atas yang memiliki korelasi dengan penelitian yang akan dilakukan, baik korpus maupun konsep pemikirannya, maka penelitian ini menggunakan korpus berupa wacana novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan yang diduga mengandung mitos kecantikan dan menggunakan pemikiran mitos kecantikan Naomi Wolf.

Feminisme adalah paham perempuan yang berupaya memperjuangkan hak-haknya sebagai kelas sosial Selden dalam Sugihastuti, Menurut Humm dalam Wiyatmi, 12 , feminisme menggabungkan doktrin persamaan hak bagi perempuan yang menjadi gerakan yang terorganisasi untuk mencapai hak asasi perempuan, dengan sebuah ideologi transformasi sosial yang bertujuan untuk menciptakan dunia bagi perempuan.

Selanjutnya Humm menyatakan bahwa feminisme merupakan ideologi pembebasan perempuan dengan keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya. Faktanya, feminisme juga merambah wilayah karya sastra, baik dari penulis-penulis perempuan maupun tokoh perempuannya. Dalam kebanyakan cerita fiksi kedudukan tokoh perempuan sering diperlakukan, dipandang, atau diposisikan lebih rendah daripada tokoh laki-laki.

Keadaan ini sama dengan yang dialami tokoh perempuan dalam novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan. Tokoh perempuan diduga disubordinasikan dari tokoh laki-laki.

Persoalan kedudukan tokoh perempuan tersebut akhirnya menimbulkan gerakan perubahan. Gerakan tersebut dinamakan gerakan feminisme. Gerakan ini juga bertujuan membongkar dan membalikkan paham androsentris ataupun patriarkat, yakni suatu paham ataupun pemikiran yang mengutamakan kekuasaan pada laki-laki.

Dengan begitu, gerakan feminisme ini bukan melawan laki-laki, tetapi melawan paham androsentrisnya yang telah mengakar di masyarakat. Tidak mudah meluruskan pemahaman terhadap konsep feminisme ini di dalam masyarakat karena gerakan ini dianggap sebagai pemberontakan perempuan terhadap laki-laki. Diperjelas oleh Nurgiyantoro , keadaan semacam itu pada cerita fiksi atau sastra secara umum dipandang mencerminkan keadaan kehidupan nyata di mana perempuan juga dianggap berposisi lebih rendah.

Masyarakat menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang sudah semestinya begitu. Para feminis sepenuhnya merasa sadar bahwa kaum perempuan memiliki kedudukan lebih rendah di bawah laki-laki.

Mereka sering ditindas, dieksploitasi, dan dipandang sebelah mata. Selain itu, mereka juga memperjuangkan kesetaraan dan martabat perempuan dengan laki-laki. Keadaan di mana kaum perempuan menjadi kelas dua dianggap sebagai hal yang wajar. Nurgiyantoro menjelaskan keadaan yang memandang perempuan lebih rendah daripada laki-laki merupakan kodrat alam dan manusia tinggal melaksanakannya. Kodrat berarti bahwa kondisi itu sudah merupakan pemberian Tuhan sehingga manusia tidak perlu mempertanyakannya.

Gerakan perubahan sosial bagi kaum perempuan ini menyebabkan munculnya gerakan atau paham feminisme. Paham feminisme merupakan bagian dari kajian sastra dan budaya tahun an Ryan dalam Nurgiyantoro, Menurut Susanto , di setiap negara atau belahan dunia yang lain, perkembangan teori feminisme ini sangat berbeda sebab didasarkan pada sifat, tujuan, model gerakan, dan pengalaman yang berbeda antara satu perempuan dengan perempuan yang lain.

Feminisme juga bukan merupakan paham baru karena sudah bermula bahkan sejak abad ke Susanto 36 mengatakan bahwa feminisme bukanlah melawan laki-laki sebagai satu makhluk hidup atau indvidu, tetapi kuasa yang umumnya disimbolkan pada diri laki-laki, seperti sifat dominan, menguasai, dan mengatur.

Sedangkan menurut Nurgiyantoro , pada intinya gerakan feminisme menggugat ketidakadilan terhadap perempuan dan sekaligus menuntut persamaan hak dengan laki-laki. Gerakan ini menolak penyubordinasian perempuan yang selama ini dianggap disebabkan oleh faktor kodrat atau biologis, tetapi itu merupakan konstruk sosial saja yang sengaja memosisikan perempuan sebagai subordinat. Isu utama dalam kajian kesastraan yang berhubungan dengan feminisme ini adalah tentang posisi, kedudukan, pengalaman hidup, dan bentuk-bentuk tulisan perempuan dalam sastra Susanto, Kemudian, dalam kesastraan persoalan tersebut dapat dikaji dengan sudut pandang feminisme atau disebut kritik sastra feminis.

Kritik sastra feminis menurut Nurgiyantoro pada intinya meneliti citra dan stereotip perempuan di tengah pusaran budaya patriarkat, baik perempuan sebagai tokoh dalam sebuah karya maupun sebagai pengarang. Kritik sastra feminis juga memiliki berbagai sudut pandang dalam mempersoalkan keberadaan perempuan dalam dunia kesastraan. Sudut pandang itu dapat berupa beragam teori dan aliran pemikiran. Adapun persoalan yang sering muncul dalam sastra yang berhubungan dengan perempuan di antaranya adalah 1 Perempuan jarang ataupun bahkan hampir tidak pernah disebutkan dalam sejarah sastra, 2 Umumnya perempuan dihadirkan dengan berbagai cara yang merugikan perempuan dalam karya sastra, dan 3 Penulis perempuan selalu dipandang sebagai kelas minor atau kelompok kedua dalam tradisi sastra Susanto, Gerakan itu dimulai dengan The Seneca Falls Convention yang dipimpin Elizabeth Cady Stanton pada , di mana perempuan dan laki-laki melakukan rally untuk ekualitas.

Jadi, pada gelombang pertama ini perempuan diberi hak untuk berpendapat di muka umum dan berpartisipasi dalam hal politik. Era itu juga merupakan masa perjuangan membebaskan perempuan-perempuan minoritas yang teridentifikasi sebagai lesbian, non-Kaukasia, memerlukan kebutuhan khusus, dan lainnya agar mempunyai kedudukan sama secara hukum dan mendapatkan kesempatan yang sama. Gelombang keempat yang sekarang kita jalani merupakan pengembangan dari gelombang ketiga, di mana para perempuan dan masyarakat pada umumnya mempunyai akses teknologi dan sophistication mengenai gender.

Gelombang keempat mengakui kilauan warna-warni pelangi spektrum kemanusiaan dan keperempuanan yang mempunyai kebebasan dalam memilih preferensi-preferensi spiritualitas. Feminisme di sini mencerminkan kualitas spiritualitas seseorang dari butir-butir kebesaran hati dan jiwa.

Dengan demikian, gelombang keempat ini memprioritaskan sinergi antargender untuk kepentingan kemanusiaan universal. Gelombang ketiga menghadirkan feminisme pascakolonial yang peneliti anggap sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan.

Menurut Susanto , feminisme pascakolonial atau sering juga disebut sebagai feminis Dunia Ketiga ini muncul sebagai satu tandingan terhadap kemunculan feminis Barat terutama Amerika dan Eropa. Hal ini didasari oleh pandangan bahwa kedua feminis yang berdasarkan letak geografis itu merupakan bagian dari produk kolonial sehingga memiliki bias sebagai wujud dari imperialisme.

Negatif ataupun positif tergantung siapa yang menggunakannya. Dalam hal ini, subjek perempuan Dunia Ketiga dikonotasikan secara positif. Redefinisi subjek perempuan Dunia Ketiga erat hubungannya dengan batas tempat, wilayah atau lokasi, dan lingkungan yang melingkari keberadaan subjek perempuan tersebut. Subjek perempuan di sini diartikan sebagai wacana yang membawa implikasi dari posisi dalam rangka hubungannya dalam politik dan praktik ideologi yang melingkupinya Eagleton dalam Susanto, Jadi, feminis pascakolonial terfokus pada persoalan perempuan ketika masa kolonial.

Karena perempuan dalam negara terjajah memiliki pengalaman baik positif maupun negatif yang berbeda dengan perempuan yang negaranya tidak pernah terjajah.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa wacana dalam novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan menggambarkan feminisme pascakolonial yang memaparkan pengalaman perempuan tokoh perempuan sebagai perempuan yang negaranya pernah terjajah dan dia hidup pada masa itu, baik secara positif maupun negatif, sebagai subjek maupun terjajah objek. Pengalaman yang dirasakan tokoh perempuan berkaitan erat dengan mitos kecantikan yang akan peneliti bahas dalam penelitian ini.

Feminisme memperjuangkan hak dan martabat perempuan, sedangkan kecantikan menguasai perempuan secara fisik. Perempuan harus berjuang melawan budaya patriarki yang secara tidak langsung menyerang perempuan dari luar dan dalam. Mitos itu menjadi sangat mengkhawatirkan dan menakutkan, yakni mitos kecantikan. Menurut Moeliono. Dengan demikian, berdasarkan permasalahan mengenai kecantikan maka wacana mengenai kecantikan berupa novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan menjadi hal yang penting untuk diungkapkan.

Pengungkapan wacana dapat ditinjau melalui analisis mitos. Ayumika dalam Ulpah, berpendapat bahwa pengungkapan mitos kecantikan dapat dilakukan dengan menganalisis iklan-iklan kecantikan, film, dan karya sastra. Sebuah karya sastra sebagai hasil perpaduan dari kenyataan dan imajinasi pengarang, tentunya dapat terlibat dengan suatu mitos. Keterlibatan itu biasanya dimaksudkan untuk dua hal yaitu pengukuhan dan pembebasan. Pengukuhan mitos berfungsi untuk melanggengkan mitos yang telah ada.

Sedang pembebasan mitos berfungsi untuk mencari pesan atau makna yang seharusnya, atau yang keluar dari mitos. Bentuk-bentuk yang digunakan mitos sebagai pengukuhan ialah dengan mengakui kebenaran, menyetujui, atau mengekalkan mitos. Novel dalam hal ini, dengan kapasitas yang lebih dari karya lain seperti drama, cerpen, dan puisi dalam memuat suatu perjalanan suatu kehidupan, memungkinkan untuk menciptakan mitos sebagai pengukuhan atau pembebasan mitos dengan baik dan mudah dipahami Ulpah, Mitos yang berlaku dalam hal kecantikan dikhususkan dalam kajian mitos kecantikan.

Berdasarkan pemikiran Naomi Wolf, maka mitos kecantikan dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian: 1 Kecantikan sebagai persoalan institusi laki-laki, 2 Kecantikan sebagai sistem pertukaran, dan 3 Kecantikan secara objektif dan universal. Mitos itu lebih cenderung merupakan persoalan institusi laki-laki dan kekuasaan institusional. Wolf 36 menjelaskan jika lahirnya mitos kecantikan hanyalah satu di antara fiksi-fiksi sosial yang menyamar sebagai komponen alamiah dari ranah feminin, sebuah wilayah yang lebih baik untuk menjebak perempuan di dalamnya.

Setelah berjuang untuk mendapatkan persamaan hak perempuan dengan laki-laki, perempuan masih saja tertindas secara internal. Menurut Tong dalam Julian, konflik internal tersebut sesungguhnya dianggap sebagai persoalan sepele yang tak pantas dipermasalahkan: rambut kusam, muka tembem, kuku tumpul, pinggul lebar, lengan bergelambir, dan sebagainya.

Meskipun struktur kekuasaan telah berhasil dirobohkan, namun alam bawah sadar para perempuan tetap diracuni tentang keadaan diri yang berkaitan dengan fisik. Kekhawatiran tersebut nyaris meracuni semua pembicaraan tentang kecantikan. Perempuan merasa benci terhadap diri sendiri, obsesi fisik, teror atas usia, dan takut atas hilangnya kontrol diri Wolf, Menurut Wolf 41 , penghancuran dalam bentuk mutakhir atas reaksi mengenai kecantikan secara fisik telah merusak perempuan dan memangsa mereka secara psikologis.

Hal tersebut mendorong perempuan untuk saling berlomba memenangkan persaingan di tengah budaya patriarki. Mitos kecantikan justru disempurnakan lagi untuk mengendalikan kekuasaan pada setiap tahap kehidupan seorang perempuan.

Ketakutan masyarakat modern akan tubuh perempuan menyebar kepada seluruh kaum hawa seperti penyebaran penyakit Wolf, Dengan adanya mitos kecantikan, para perempuan terjebak di antara kekuasaan laki-laki. Perempuan harus bersaing secara tidak alamiah demi sumber daya yang diberi harga oleh laki-laki Wolf, Tokoh perempuan dalam novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan mengamini bahwa kecantikan menjadi sistem pertukaran.

Mitos kecantikan merupakan versi mutakhir dari refleks sosial yang kuat sejak Revolusi Industri. Selepas perempuan dari mistik feminin feminine mystique tentang domestisitas, mitos kecantikanlah yang mengambil alih dasar yang hilang ini, dan terus memperluas kekuasaannya sebagai kontrol sosial.

Wolf 33 berpemikiran bahwa para wanita patuh terhadap domestisitas sistem kapitalisme industrial. Perempuan pastilah ingin memiliki kecantikan, dan laki-laki pastilah ingin memiliki perempuan cantik. Tekanan yang muncul akibat perasaan ingin memiliki ini dirasakan oleh perempuan, bukan laki- laki. Lihat saja, para laki-laki perkasa selalu berperang demi perempuan cantik.

Perempuan yang cantik selalu dihubungkan dengan kesuburan, dan sejak sistem yang berbasis seleksi seksual ini diterapkan, kecantikan menjadi sesuatu yang bisa niscaya dan baku. Simbol kecantikan di Barat menurut Wolf terbagi ke dalam empat simbol kecantikan yang dominan dalam tenggang waktu yang berbeda sesuai masa keberlakuannya.

Pada abad pertengahan perempuan dikatakan cantik apabila ia mampu bereproduksi Wolf, Pada abad ke perempuan yang dianggap cantik adalah perempuan yang memiliki perut dan panggul mengembang, serta dada yang montok Wolf, Pada abad ke 20, perempuan yang dianggap cantik ialah perempuan yang memiliki paha serta pantat yang besar dan kencang Wolf, Keberagaman simbol kecantikan perempuan tampak pula di Indonesia yang tentunya diketahui memiliki suku-suku yang beragam.

Sosok ideal dalam kebudayaan Jawa menurut Herliany dalam Ulpah, adalah perempuan yang mampu merawat kedua bagian tubuh, yaitu jiwa dan raga, seperti para dewi tokoh pewayangan. Selanjutnya, perempuan cantik di suku Kayan Kalimantan ialah perempuan yang bercuping telinga panjang. Kecantikan dalam kebudayaan Islam seperti yang dibudayakan di Serambi Mekah atau Aceh, pada hakikatnya bersebrangan dengan kecantikan-kecantikan yang telah dipaparkan. Islam tidak menentukan simbol kecantikan bagi perempuan yang selalu terwujud dalam keindahan atau kecantikan tubuh.

Dalam hadis dikatakan bahwa Allah tidak melihat kamu dari anggota tubuhmu dan rupamu, Allah hanya melihat hatimu Yahya, dalam Ulpah, Meskipun sejak lama mitos kecantikan telah memiliki bermacam-macam bentuk, yang sama tuanya dengan sistem patriarki, versi mutakhir mitos kecantikan merupakan sebuah penemuan yang cukup baru.

Mitos itu muncul ketika batasan-batasan material yang terdapat dalam diri perempuan nyaris hilang. Ini berbeda dengan perempuan modern yang mengalami mitos tersebut sebagai perbandingan yang terus-menerus dengan standar fisik ideal yang disebarluaskan secara massal Wolf, Simbol kecantikan itu kemudian diyakini secara universal karena disebarluaskan secara intens oleh media massa.

Untuk itu, siapa pun bila ditanya mengenai kecantikan perempuan seperti apa, tentu jawaban pada umumnya akan mengarah pada tubuh langsing, kulit putih mulus, rambut lurus, atau hidung mancung. Berbagai standar kecantikan menghantui para perempuan. Wolf 32 memaparkan jika kemudaan dan keperawanan bahkan sampai sekarang menjadi ukuran kecantikan perempuan.

Perempuan yang lebih tua takut pada perempuan muda, sebaliknya, perempuan muda takut merasa tua, dan mitos kecantikan memotong keseluruhan siklus kehidupan perempuan. Naomi Wolf telah menulis beberapa buku, di antaranya Promiscuities, Fire with Fire, dan Misconception. Esai-esai yang ditulisnya muncul di pelbagai publikasi. Wolf tinggal bersama keluarganya di New York. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mitos kecantikan yang akan menjadi tolok ukur penelitian menurut pemikiran Naomi Wolf dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian: 1 Kecantikan sebagai persoalan institusi laki-laki, 2 Kecantikan sebagai sistem pertukaran, dan 3 Kecantikan secara objektif dan universal.

Mitos kecantikan menjadi belenggu patriarki yang membatasi perempuan dan diikendalikan oleh kontruksi kapitalis industri sebagai konvensi yang mengikat perempuan. Mitos kecantikan menyebabkan para perempuan saling berkontestasi untuk memenangkan persaingan dan diakui dalam budaya patriarki. Peneliti menggunakan pemikiran mitos kecantikan Naomi Wolf terfokus pada tiga poin yang sudah dipaparkan karena sesuai untuk membedah novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan.

Dengan demikian, berdasarkan pendapat Ayumika dalam Ulpah, mitos kecantikan tersebut akan berupa pengukuhan atau pembebasan mitos. Kualitas yang pada periode tertentu disebut sebagai kecantikan perempuan itu hanyalah simbol dari perilaku perempuan yang dianggap menggairahkan: Mitos kecantikan sesungguhnya selalu merujuk pada perilaku.

Persaingan antarperempuan telah dijadikan bagian dari mitos yang membuat perempuan seolah-olah terpisah satu sama lain Wolf, Reaksi tokoh perempuan dalam novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan terhadap mitos kecantikan menimbulkan persaingan-persaingan antartokoh perempuannya.

Perilaku yang dimaksud contohnya melakukan diet atau melakukan operasi sedot lemak dalam menanggapi simbol kecantikan langsing, atau memutihkan tubuh dalam menanggapi simbol kecantikan putih, memakai krim awet muda dalam menanggapi simbol kecantikan kemudaan, atau merasa iri terhadap sosok yang diidealkan dalam menanggapi simbol-simbol kecantikan.

Perilaku-perilaku itu merupakan realisasi dari tanggapan seseorang terhadap simbol kecantikan. Dalam tanggapan tersebut, mitos kecantikan berlaku.

Mitos kecantikan mendorong seseorang yang terpengaruhi untuk melakukan hal-hal yang berlebihan dalam menanggapi simbol kecantikan Ulpah, Sehubungan dengan hal di atas perilaku-perilaku tokoh yang dapat dilihat dari sikap perasaan dan pikiran , gerak-gerik, atau ucapan, dalam menanggapi simbol kecantikan tertentu di dalam novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan menjadi objek kajian.

Selanjutnya, perilaku-perilaku tersebut diidentifikasi untuk mengetahui makna penggambarannya. Pada abad ke sampai ke perempuan mengorbankan diri dengan hanya berdiam di dalam rumah demi suami dan anak- anak dan mengabaikan peningkatan diri. Pada abad an perempuan mengorbankan diri untuk mengerjakan perkerjaan dengan dua shift, di kantor dan di rumah demi keluarga. Masa kini, perempuan mengorbankan diri untuk menghabiskan waktu dan uang demi menjadi cantik.

Perempuan masa kini sudah meraih hak atas ruang publik, tetapi menjadi sangat sibuk memperhatikan ketidaksempurnaan tubuhnya, dibanding sibuk meraih prestasi atau pencapaian lainnya dalam hidup. Pada akhirnya perempuan tidak mempunyai banyak waktu untuk meningkatkan pikirannya. Tanggapan atau reaksi individu tokoh yang terwujud dalam gerakan sikap , tidak saja badan atau ucapan terhadap kecantikan dalam novel menjadi tolok ukur penelitian. Perilaku cantik dapat ditemukan oleh peneliti melalui tokoh dan penokohan.

Dalam penelitian ini, feminisme yang dimaksud adalah feminisme pascakolonial. Berdasarkan pendapat ahli pada poin 2. Namun, di sisi yang lain, perempuan tetap menjadi objek. Hal tersebut karena budaya patriarki menguasai kecantikan perempuan. Wolf yakin jika feminis gelombang ketiga feminisme pascakolonial terdapat di dalamnya mampu menggabungkan kekuatan untuk mengatasi ambiguitas- ambiguitas yang ada.

Kekuatan untuk mengatasi ambiguitas yang disebabkan antara feminisme pascakolonial dan mitos kecantikan ini adalah berusaha mendobrak paham patriarki. Wolf berpendapat bahwa untuk dapat melampaui pemicu masalah ini, perempuan harus dapat mendobrak sejumlah tabu-tabu sosial. Istilah ini semula berasal dari bahasa Itali, yaitu novella. Menurut Nurgiyantoro 9 , istilah novella atau novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah novelet dalam bahasa Inggris novellette yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukup, tidak terlalu panjang, namun tidak terlalu pendek.

Yang kesemuanya tentu saja juga bersifat imajinatif Nurgiyantoro, 4. Berdasarkan Tarigan , novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerakan serta adegan nyata yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. Dari kedua pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa novel atau sering disebut roman adalah prosa fiksi berisi rangkaian cerita kehidupan yang agak kacau yang bersifat imajinatif dan representatif.

Cerita tersebut menggambarkan kehidupan antartokoh yang didukung unsur intrinsiknya seperti alur, latar, dan lain-lain. Sumardjo dan Saini K. M 89 mengatakan bahwa fungsi novel adalah sebagai berikut.

Memberi kesadaran pada pembacanya tentang sesuatu kebenaran; 2. Memberikan kepuasan batin, hiburan ini adalah hiburan intelektual; 3. Memberikan sebuah penghayalan yang mendalam tentang apa yang diketahui, pengetahuan ini nantinya menjadi hidup dalam sastra. Dalam kaitan itu, penokohan adalah proses penampilan tokoh dengan pemberian watak, sifat, atau kebiasaan tokoh pemeran suatu cerita Zaidan.

Sedangkan penokohan menyaran pada teknik pewujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita. Terdapat tiga cara pengarang dalam mewujudkan dan mengembangkan tokoh cerita.

Eka menampilkan tokoh secara bebas, pembaca bisa memahami tokoh yang pernah mengalami kondisi di novel zaman penjajahan Jepang pernah ada di Indonesia , dan beberapa tokoh memiliki kepribadian yang sama seperti kehidupan nyata walau hanya beberapa aspek.

Alternberd dan Lewis dalam Nurgiyantoro, menyatakan bahwa terdapat tiga teknik pelukisan tokoh yakni teknik penjelasan, teknik ekspositori expository , dan teknik dramatik dramatic.

Teknik ekspositori atau sering disebut teknik analitis, pelukisan tokoh cerita diberikan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Peneliti membatasi pada teknik pelukisan ekspositori karena searah dengan jenis penelitian yang dilakukan, yakni deskriptif. Chaer menyatakan bahwa kualitatif digunakan untuk menjelaskan data-data yang ditemukan dari sebuah objek penelitian.

Dengan demikian, penelitian ini mendeskripsikan wacana yang diduga berkaitan dengan mitos kecantikan dan perilaku cantik tokoh-tokoh perempuan dalam novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan. Ciri-ciri terpenting metode kualitatif menurut Ratna 48 , adalah sebagai berikut. Memberikan perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai dengan hakikat objek, yaitu sebagai studi kultural yang berkaitan dengan konstruksi kecantikan dan perilaku cantik.

Lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil penelitian sehingga makna selalu berubah, disesuaikan dengan pemikiran yang digunakan untuk meneliti.

Penelitian ini menggunakan kajian pemikiran mitos kecantikan Naomi Wolf. Tidak ada jarak antara subjek peneliti dengan objek penelitian, subjek peneliti sebagai instrumen utama, sehingga terjadi interaksi langsung di antaranya. Peneliti menganalisis novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan secara langsung, tidak ada upaya lain yang menjadi pembatas. Desain dan kerangka penelitian bersifat sementara sebab penelitian bersifat terbuka.

Penelitian ini bisa dikembangkan lagi oleh peneliti selanjutnya. Penelitian bersifat ilmiah, terjadi dalam konteks sosial budayanya masing-masing. Dalam hal ini, konteks sosial budaya sesuai dalam novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan yaitu masa akhir penjajahan Jepang di Indonesia.

Menurut Sugiyono , studi kepustakaan berkaitan dengan kajian teoretis dan referensi lain yang berkaitan dengan nilai, budaya dan norma yang berkembang pada situasi sosial yang diteliti, selain itu studi kepustakaan sangat penting dalam melakukan penelitian, hal ini dikarenakan penelitian tidak akan lepas dari literatur-literatur ilmiah.

Dengan demikian, peneliti mengumpulkan data penelitian dengan langkah-langkah sebagai berikut. Mencari, membaca, dan mempelajari teori yang sesuai dengan penelitian yang akan diteliti, yakni pemikiran mitos kecantikan Naomi Wolf.

Setelah mempelajari teori, maka peneliti mengumpulkan data yang berkaitan dengan teori dari novel tersebut. Data yang akan digunakan ialah wacana yang diduga mengandung mitos kecantikan.

Setelah data wacana terkumpul, peneliti akan menggunakannya sebagai acuan dalam melakukan analisis. Oleh karena itu, proses analisis data yang digunakan oleh peneliti untuk melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut. Peneliti menginventarisasi data, yakni dengan mencatat dan menampilkan data yang akan dianalisis. Data tersebut ialah wacana yang diduga mengandung mitos kecantikan dan perilaku cantik. Peneliti mengidentifikasi dan mengklasifikasi data, yakni dengan menelaah dan mengelompokkan berdasarkan pemikiran Naomi Wolf.

Peneliti menafsirkan data yang berupa wacana dalam bentuk deskripsi menggunakan pemikiran Naomi Wolf. Penarikan kesimpulan berdasarkan yang telah dianalisis. Pada bab ini peneliti akan mendeskripsikan hasil analisis terkait rumusan masalah berupa bagaimanakah mitos kecantikan dalam novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan. Mitos kecantikan dapat diketahui dari perilaku tokoh-tokoh perempuan yang dianggap menggairahkan. Sementara mitos kecantikan tidak bisa dilepaskan dari feminisme.

Tokoh-tokoh perempuan dalam novel yang berlatar penjajahan Jepang tersebut berusaha melawan mitos itu. Sehingga pada bab ini juga akan mendeskripsikan perlawanan para tokoh perempuan terhadap mitos kecantikan ke dalam feminisme pascakolonial berlatar masa kolonial Jepang.

Hasil penelitian yang berupa data kemudian disajikan dalam tabel rekam data penelitian. Tiga hal yang ditemukan tersebut tak bisa dipisahkan.

Kecantikan menjadi mitos karena terlihat dari perilaku-perilaku perempuan tokoh perempuan dan perlawanan-perlawanan yang dilakukan terhadap mitos berwujudlah feminisme. Dalam hal ini feminisme yang digunakan yakni feminisme pascakolonial berlatar masa kolonialisme: Jepang. Dewi Ayu dilahirkan dari orang tua kakak-beradik. Ayahnya bernama Henri Stammler dan ibunya bernama Aneu Stammler. Terlalu panjang untuk menceritakan sinopsis novel ini, karena banyak kehidupan yang diceritakan Eka Kurniawan disepanjang halaman ini, tak heran sinopsis di belakang cover buku pun ditampilkan sangat singkat.

Semuanya memang bermula dari Dewi Ayu dan cerita tentang keluarganya, tapi terus terangkai bertahun-tahun kemudian melintas berbagai masa dalam Republik ini, bahkan sejak Republik ini belum benar-benar ada, sejak Belanda dan Jepang masih menguasai semua sumber daya alam dan manusia terutama di pulau jawa, hingga memasuki masa-masa kemerdekaan Indonesia, dan berlanjut sampai peristiwa yang dikenal dengan nama G30S PKI. Eka Kurniawan merajut kisah yang bisa disebut sebagai salah satu novel dengan gaya sangat klasik, tempo lambat, hampir tanpa jeda yang membuat pembaca seperti sedang maraton tanpa kesempatan mengambil napas, cara penuturan yang tampak sepadan dengan masa yang diceritakan, namun berbeda dengan novel klasik asal negara barat yang sering kubaca.

Eka Kurniawan juga menggarap karakter setiap tokoh dengan apik, Dewi Ayu dan ketiga anak pertamanya, Alamanda, Adinda dan Maya Dewi punya karakter yang sangat kuat dengan ciri khas layaknya menyaksikan tokoh-tokoh yang hidup didunia nyata. Si cantik memang tidak mendapat porsi sebanyak kakak-kakaknya, tapi penulis tetap berhasil memperkenalkan perbedaan karakter si Cantik lewat halaman yang singkat itu.

Tidak hanya mereka, ada juga peristiwa-peristiwa sejarah yang disinggung oleh penulis dari sudut pandang masyarakat kecil yang tinggal di desa pinggiran pantai di sepanjang pulau Jawa, yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan, dimana preman-preman berkeliaran di terminal, dan prajurit punya markas-markas di tengah kota, bahkan jailangkung tidak asing untuk tokoh tertentu. Tidak, novel ini bukan novel horor, tidak ada indikasi kesana, tapi penulis dengan jelas menceritakan tentang hantu-hantu yang berkeliaran di kota, mengganggu penduduk dan membuat beberapa orang hampir gila, hantu-hantu yang hanya akan pergi ketika tuan rumah selesai memberi mereka makan.

Tidak hanya kehidupan Dewi Ayu dan tokoh dalam novel ini yang ajaib, tapi novel ini sendiri menurutku ajaib dalam segala hal. Ajaib yang kumaksud adalah adanya kejadian-kejadian aneh seperti bayi yang menghilang dari perut seorang ibu layaknya hembusan angin, hantu-hantu yang berkeliaran di Halimunda yang kubayangkan seperti hantu-hantu yang ada di kastil Hogwartz, babi yang berubah menjadi manusia yang terakhir ini mungkin masih lazim terdengar sampai sekarang yang kita kenal dengan nama babi ngepet :D.

Membaca novel penulis Indonesia memang sesuatu yang jarang kulakukan, mohon maaf untuk teman-teman penulis yang punya cita rasa tinggi, itu bukan karena kalian menghasilkan karya yang buruk, tapi lebih karena kebiasaanku mengenal literatur barat lebih dahulu dengan gaya khas mereka, sampai-sampai lupa dengan literatur dalam negeri yang ternyata sangat berkualitas seperti halnya buku ini.

Cantik itu Luka, membuatku ingin mengenal lebih banyak hasil karya penulis Indonesia. Cantik itu Luka rasanya bukan untuk konsumsi semua usia, tidak disarankan anak dibawah umur, karena imajinasi seksual yang ditampilkan Eka Kurniawan tampak nyata dan mungkin mengganggu bagi mereka yang terbiasa membaca novel klasik barat yang sangat sopan.

Ironisnya menurutku dititik ini, Indonesia punya budaya yang sangat aneh dalam arti literatur. Coba bayangkan, sejenis novel dengan gaya klasik dari negara-negara barat sangat sopan tanpa sedikit pun topik tentang sex padahal masyarakat disana lebih terbuka terhadap hal itu.

Sebaliknya, novel ini yang aku sebut punya klasik versi Indonesia, sangat terbuka dan gamblang membicarakan gairah sex dengan imajinasi-imajinasi yang terkadang aneh dari setiap tokoh, sementara kehidupan masyarakat Indonesia acap kali membuat topik tentang sex tabu untuk dibicarakan. Sangat kontradiktif. Tetapi begitulah sepertinya negeri ini. Eka Kurniawan layak disebut sebagai storyteller yang cakap, karena meskipun butuh napas panjang membaca novel ini, tapi pemilihan kata dan rangkaian kalimat yang digunakan tidak membuatku bosan bahkan sebaliknya tanpa lelah terus membalik halaman hingga lembar terakhir.

Empat bintang untuk karya klasik ini. Althesia Silvia December 2, at PM. Wiwit keni May 20, at PM. Fahrudi March 29, at AM. Han Fauziyah May 23, at AM. Dalam setiap masalah, Eka Kurniawan seperti menunjuk laki-laki sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab, bahkan seks didefinisikan sebagai hal yang jauh lebih dekat dengan kepala lelaki dibanding perempuan.

Eka seperti menyindir laki-laki yang setuju kalau seks itu identik dengan cantik secara fisik. Membaca buku ini membuat saya berpikir kalau buku ini ditulis oleh seorang perempuan. Seorang perempuan yang sakit hati karena sejarah yang kejam dan membuat perempuan masih harus berjuang untuk persamaan haknya hingga saat ini. Walaupun penuh dengan kekerasan dan seks buku ini sangat asik untuk diperbincangkan ada banyak hal-hal yang bisa dipelajari seperti sejarah dan budaya Indonesia yang diuraikan Eka dengan sangat jujur, analisis struktur dari plot cerita ini.

Sama seperti bukunya Lelaki Harimau, Cantik itu Luka mengadopsi plot yang hampir sama di mana ending cerita berada pada awal cerita dan klimaks selalu pada halaman terakhir novel. Jika melihatnya lebih dalam buku ini juga tergambar jelas nilai-nilai agama yang ditunjukkan melalui berbagai hal-hal yang dilakukan tokoh-tokohnya. Unknown December 3, at PM. Ziadahsjournal December 3, at PM. Unknown December 4, at AM. Ziadahsjournal December 4, at PM.

Unknown December 5, at AM. Ziadahsjournal December 5, at PM. Iqbal Mby April 8, at AM. June 09, Proses melamar ketiganya adalah jalan yang bisa membawa pelamarnya menjadi versi terbaik dirinya. Posting Komentar. Inilah sebuah novel berkelas dunia! Lewat novel ini pengarang juga telah melakukan inovasi baru berkaitan dengan model estetika serta gaya penceritaan sebagai satu bentuk pemberontakan atas mainstream umum.



0コメント

  • 1000 / 1000